I.
PENDAHULUAN
Islam
adalah ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi
Muhammad SAW. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber
dari ajaran-ajaran mengambil berbagai aspek itu ialah Al-quraan dan hadis.
suatu agama yang rahmatan ililalamin yang menggunakan al-quran, al-hadist,
sebagai sumber hukum yang paling utama. Atas dasar ayat-ayat dan hadis-dadis
serupa inilah kita umat islam mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung
dalam al-quran adalah sabda Tuhan.
Al-quran
adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya diperkuat oleh kemajuan ilmu
pngetahuan. Kitab tersebut diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW, melalui malaikat
jibril dalam bentuk kata-kata yang didengar dan dihafalkan, dan bukan dalam
bentuk pngetahuan yang dirasakan dalam hati atau yang dialami dan dilihat dalam
mimpi atau keadaan trance. Untuk mengeluarkan manusia dari jaman yang gelap
menuju jaman yang terang dan membimbing mereka kejalan yang lurus serta
dijadikan sebagai pedoman hidup. Al-quran digunakan sebagai pegangan dan
sandaran utama untuk mengetahui dalil-dalil hukum syara’.
Al
hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-quran. Mengandung
sunah (tradisi) Nabi Muhammad. Sunah boleh mempunyai bentuk ucapan, perbuatan
secara diam dari Nabi. Berlainan halnya dengan Al-quran, hadis tidak dikenal
dan dicatat tidak dihafal di zaman Nabi. Alasan yang selalu dikemukaan adalah
bahwa pencatatan dan penghafalan hadis dilarang Nabi, karena dikuatirkan bahwa
dengan demikian akan terjadi pencampurbauran antara Al-quran sebagai sabda
Tuhan dan hadis sebagai uacapan-ucapan Nabi. Ada disebut bahwa umar Ibn
Al-khatab. Khalifah kedua berniat untuk membukukan hadis Nabi, tetapi karena
takut akan terjadi kekacauan antara Al-quran dan hadis niat itu tidak akan
dilaksanakan.
Ijtihad
merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah
SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in
serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu
apa yang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi
pada masa periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan), ijtihad mulai
dibuka kembali. Karena tidak bisa dipungkiri, ijtihad a dalah suatu keharusan,
untuk menanggapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks problematikanya.
Sekarang, banyak ditemui
perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum Islam yang itu disebabkan dari ijtihad.
Misalnya bisa dipetakan Islam kontemporer seperti Islam liberal, fundamental,
ekstrimis, moderat, dan lain sebagainya. Semuanya itu tidak lepas dari hasil
ijtihad dan sudah tentu masing-masing mujtahid berupaya untuk menemukan hukum
yang terbaik. Justru dengan ijtihad, Islam menjadi luwes, dinamis, fleksibel,
cocok dalam segala lapis waktu, tempat dan kondisi. Dengan ijtihad pula,
syariat Islam menjadi “tidak bisu” dalam menghadapi problematika kehidupan yang
semakin kompleks.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian
sumber ajaran islam ?
B.
Apa saja macam-macam sumber ajaran islam
?
III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Sumber Ajaran Islam
Sumber dapat diartikan sebagai tempat
yang darinya dapat di peroleh bahan-bahan
yang diperlukan untuk membuat sesuatu. Hutan misalnya, sebagai sumber bahan
untuk keperluan bangunan dan alat-alat rumah tangga, seperti kayu, bambu, dan
rotan. Selanjutnya, gunung, dapat menjadi sumber bahan bangunan dan tambang,
seperti pasir, kapur, emas, perak, dan tembaga. Demikian juga laut dapat
menjadi sumber bahan makanan, mutiara, bahan bangunan, seperti pasir, dan
karang.
Dalam bahasa indonesia, sumber
diartikan mata air, perigi, misalnya mengambil air disumber, dan berarti pula
asal ( dalam berbagai arti ), misalnya kabar dari sumber yang dapat di percaya,
dan sekalian kutipan harus disebutkan sumbernya.[1]
Dalam bahasa arab, sumber di sebut masdar yang jamaknya masdir, yang dapat
diartikan starting point ( titik tolak ), poin of origin ( sumber asli ),
origin ( asli ), infinitive ( tidak terbatas ), verbal nounce ( kalimat kata
kerja ), dan absolute or internal object ( mutlak atau tujuan yang bersifat
internal ).
Islam sebagai bangunan atau kontruksi
yang didalamnya terdapat nilai-nilai, ajaran, petunjuk hidup, dan sebagainya
membutuhkan sumber yang darinya dapat diambil bahan-bahan yang diperlukan guna
mengkontruksi ajaran islam tersebut.
Dengan mengacu kepada ayat Al-Quran yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. an-Nisa’:59)
Dan Hadis Rasulullah Saw sebagai berikut:
تركت فيكم أمرين ماان تمسكتم بهما لن تضلواابدا كتاب الله وسنة رسوله. ( رواه
ابو داود )
“Aku
tinggalkan dua perkara untuk kamu sekalian, yang dijamin tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah ( Al-Quran ) dan Sunnah
Rasul (Al-Hadis)”. (HR.Muslim)
Dapat diketahui bahwa sumber ajaran
islam ada
tiga, yaitu Al-Quran, As-Sunnah ( sebagai sumber primer ) dan Al-Ra’yu, yakni
pemikiran manusia ( sebagai sumber sekunder ).[2]
2. Macam-macam
sumber ajaran Islam
Para
ulama’ sepakat bahwa sumber ajaran islam yang utama adalah Al-Quran dan
As-Sunnah. Adapun sumber yang sekunder adalah pemikiran para ulama’, termasuk
umaro’. Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber pertama dapat di pahami dari
redaksi yang terdapat pada ayat tersebut, yaitu bahwa sebelum lafal Allah
dan all-rasul di dahului oleh kata kerja perintah, athi’u yang berarti
ta’ati atau patuhi. Adapun pada lafal ulil al-Amri tidak di dahului oleh kata
kerja perintah athi’u. Ini menunjukan bahwa mentaati Allah dan Rasul
hukumnya wajib, bahkan mutlak. Adapun taat kepada ulil amri tergantung pada
keadaan. Jika kebijakan ulil amri ini sejalan dengan al-Quran dan as-Sunnah,
maka wajib di patuhi, sedang jika kebijakanya tidak sesuai dan as-Sunnah, maka
tidak wajib diikuti.[3]
Penjelasan terhadap al-Quran,
as-Sunnah dan ijtihad sebagai sumber ajaran islam lebih lanjut dapat di
kemukakan sebagai berikut:
1. Al-Quran
Pengertian
Secara etimologis kata
Al-Quran merupakan masdar dari kata qa-ra-a, yang berarti bacaan dan apa yang
tertulis padanya. Di tinjau dari segi terminologis, ada beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ulama’. Manna al-Qaththan menyatakan bahwa Al-Quran
adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan dinilai ibadah
bagi yang membacanya. Sementara Al-Amidi mendefinisikan Al-Quran sebagai Kalam
Allah, mengandung mukjizat, dan diturunkan kepada Rasulullah, dalam bahasa Arab
yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya
merupakan ibadah, terdapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatikhah dan
ditutup dengan surat an-Nas. Definisi
yang dikemukakan oleh Abdul Wahab lebih terperinci lagi. Menurut khallaf,
Al-Quran adalah firman Allah yang di turunkan kepada hati Rasulullah,
Muhammad
bin Abdullah,
melalui jibril dengan menggunakan lafadz bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia
menjadi hujjah bagi rasul, bahwa ia benar-benar rasulullah, menjadi
undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan
diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushaf,
dimulai dari surat al-Fatikhah dan di akhiri dengan surat an-Naas, disampaikan
kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan
maupun tulisan secara terjaga dari perubahan dan pergantian.
Dari pendapat para ulama’ tersebut dapat di
simpulkan bahwa Al-Quran memiliki beberapa ciri:
1. Al-Quran merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada
nabi Muhammad Saw.
2. Al-Quran diturunkan dalam bahasa arab. Hal ini
ditunjukan oleh beberapa ayat Al-Quran, seperti: QS al-Syu’ara:192-195, QS
Yusuf:2, QS. Al-Zumar:28, dan lain sebagainya.
3. Al-Quran itu dinukilkan kepada beberapa generasi
sesudahnya secara mutawatir.
4. Membaca setiap kata dalam Al-Quran itu mendapat pahala
dari Allah, baik bacaan dari hafalan maupun membaca dari mushaf Al-Quran.
5. Al-Quran di mulai dari surat al-Fatikhah dan diakhiri
dengan surat an-Naas.[4]
Al-Quran sebagai Sumber Agama Islam
Bagian
ini terdiri dari tiga bagian: pertama, fungsi Al-Quran; kedua, Al-Quran sebagai
firman Allah; dan ketiga, ‘ulum Al-Quran dan tafsir.
A. Fungsi Al-Quran
Al-Quran
merupakan kata turunan ( masdar ) dari kata qara’a (fi’il madhi ) dengan arti
isim al maf’ul, yaitu maqru’ yang artinya di baca ( Al-Quran dan terjemahanya
). Pengertian ini merujuk pada sifat Al-Quran yang difirmankan-Nya dalam
Al-Quran (Q.S. al-Qiyamah:17-18 ). Dalam ayat tersebut, Allah berfirman:
¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ
#sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ
Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah
bacaannya itu.
Kata Al-Quran selanjutnya digunakan untuk menunjukan
kalam Allah yang di wahyukan kepada nabi Muhammad Saw. Sedangkan kalam Allah
yang di turunkan kepada selain nabi Muhammad
tidak di namai Al-Quran,
melainkan mempunyai nama sendiri. Contohnya: taurat diturunkan kepada nabi Musa
a.s, zabur kepada nabi Dawud a.s, dan injil kepada nabi Isa a.s.
Fath Ridwan menerangkan bahwa para ahli tafsir
bersilang pendapat mengenai penamaan Al-Quran. Pertama, Al-Quran adalah
nama ynag khusus( khas ) bagi firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad
Saw. Kedua, Al-Quran di ambil dari kata qara’in ( petunjuk atau
indikator ) karena ayatnya yang saling menguatkan dan saling membenarkan, dan
Al-Quran juga diambil dari kata al-qar’u yang berarti kumpulan ( al-jam’ ). Ketiga,
sedangkan ulama’ yang lainya memberi nama lain bagi Al-Qurqn, seperti:
al-Kitab, al-Nur, al-Rahman, al-Furqon, al-Syifa, al-Maui’zhah, al-Dzikr,
al-Hukm, al-Qaul, al-Naba’, al-Azhim, Ahsan al Hadis, al-Matsany, al-Tanjil,
al-Ruh, al-Bayan, al-Wahy wa al Bashir, al-Ilm, al-Haqq, al-Shidq, al-‘Adl, al-Amr,
al-Basyary, dan al-Balag.
Nama-nama lain untuk Al-Quran dikembangkan oleh ulama’
sedemikian rupa, sehingga Abu Hasanal-Harali dan Abdal-Ma’al-syaizalah
masing-masing memberi nama sebanyak 90 dan 55 macam. Namun pemberian nama yang
terlalu banyak ini, di tentang oleh sebagian ulama’ antara lainn adalah Shubhi
Shalih, karena dianggap terlalu berlebihan danterkesan adanya pencampradukan
antara nama-nama Al-Quran dan sifat-sifatnya.
Dari sebagian nama-nama tersebut, baik secara langsung
maupun tidak langsung, memperlihatkan fungsi-fungsi Al-Quran. Dari sudut isi
atau substansinya, fungsi Al-Quran sebagai tersurat dalam nama-namanya’ adalah sebagai
berikut:
a.
Al-huda (petunjuk). Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk, petunjuk bagi
manusia secara umum. Contohnya dalam firman Allah Q.S.al-Baqarah: 185, “Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil ... “. Dan Al-Quran juga sebagai petunjuk orang-orang
yang bertawakal. Allah berfirman Q.S. Al-Baqarah:2. “Kitab Al-Quran ini tidak
ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Al-Quran
sebaggai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa juga di jelaskan pada ayat
yang lainnya juga, yaitu pada surat Ali-Imran:138, surat Al-Fushshilat:44, dan
juga dalam surat Yunus:57.
b.
Al-Furqan (pemisah). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran
untuk membedakan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang bathil, atau antara
yang benar dan yang salah. Allah berfirman “Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil ... “ (Q.S al-Baqarah:185)
c.
Al-Syifa (obat). Dalam Al-Quran juga di katakan bahwa Al-Quran juga
berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada. Allah
berfirman “hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada ... “
(Q.S Yunus:57)
d.
Al-Mau’izhah (nasihat). Al-Quran juga berfungsi
sebagai nasihat orang yang bertakwa. Allah berfirman, “Al-Quran ini adalah
penerang bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa.” (Q.S Ali Imran:138)
Demikian fungsi Al-Quran
yang di ambil dari nama-nama yang di firmankan Allah dalam Al-Quran.sedangkan
fungsi Al-Quran dari fungsi pengamalan dan penghayatan terhadap isinya
tergantung pada kualitas ketakwaan individu yang bersangkutan.
B. Al-Qur'an Sebagai Firman Allah
Masih
dangan pertimbangan nama-nama Al-Quran tadi, kita dapat menangkap kesamaan yang
pada akhirnya ulama’ menyebutkan sebagai Hakikat Al-Quran. yaitu, bahwa
Al-Quran merupakan kalam Allah atau wahyu yang di turunkan kepada nabi Muhammad
melalui malaikat jibril untuk di sampaikan kepada umatnya.
Sebagai wahyu,
Al-Quran bukan merupakan ciptaan
atau pikiran nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu mereka yang mengatakan
bahwa Al-Quran merupakan ciptaan atau
hasil dari pemikiran nabi Muhammad. Tidak benar dan tidak dapat di
pertanggungjawabkan.
Perbedaan
sekitar otensitas Al-Quran sebagai firman Allah telah terjadi ketika Al-Quran
di turunkan. Oleh karena itu, Allah menentang kepada penantang Al-Quran untuk
membuat satu surat yang sama dengan Al-Quran. Allah berfirman “Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Q.S.
Al-Baqarah:23.
Tantangan tersebut di sertai pula dengan ancaman
berupa kepastian bahwa manusia tidak mampu menciptakan Al-Quran. Allah
berfirman “ Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan
dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia
dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir “. Q.S Al-Baqarah:24
Setelah perdebatan itu terjadi, terdapat pula orang
yang meragukan otentisitas Al-Quran karena di anggap telah diintervesi oleh
manusia, terutama umat islam generasi pertama yang kita kenal sebagai sahabat
nabi Muhammad Saw. Allah telah berfirman “Sesungguhnya kamilah yang telah
menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya”. Q.S
Al-Hijr:9
Demikianlah kedudukan Al-Quran sebagai firman Allah.
Berdasarkan substansinya, Al-Quran bukan ciptaan nabi Muhammad, Ia di pelihara
oleh Allah yang mewahyukanya.
C. ‘Ulum Al -Qur'an Dan Tafsir
Dilihat dari sejarah dan
proses pewahyuan, Al-Quran tidak di turunkan secara langsung dari baitul izza
ke bumi, akan tetapi di turunkan secara bertahap, sedikit demi sedikit dan ayat
demi ayat. Hikmah di turunkan secara bertahap adalah agar memudahkan manusia
dalam memahami konteks Al-Quran, dan memberikan pemahaman bahwa setiap ayat
Al-Quran itu tidak hampa sosial. Pewahyuan tergantung pada keadaan masyarakat
saat itu, dari aspek ini, sebagian ayat Al-Quran merupakan jawaban terhadap
sebagian persoalan yang terjadi pada kehidupan manusia.
Tenggang waktu pewahyuan terjadi
selama kurang lebih 23 tahun yang secara geografis terbagi menjadi dua fase, pertama,
ketika nabi Muhammad berada di kota Mekah sebelum berhijrah ke Madinah, yaitu
selama 13 tahun. Kedua, ketika nabi Muhammad berada di kota Madinah
selama 10 tahun.[5]
2.
SUNNAH
Pengertian Sunnah
Kata sunnah (bentuk
pluralnya, sunan) berakar dari huruf sin dan nun yang berarti 'mengalirkan atau
berlalunya sesuatu dengan mudah'. Secara etimologis ,sunnah berarti 'jalan atau
tata cara yang telah mentradisi'. Sehingga jika dikatakan berarti 'seseorang
mengikuti jalan yang ditempuh seseorang'. Sunnah juga berarti 'praktek yang
diikuti,arah,model perilaku, atau tindakan, ketentuan dan peraturan'.
Beberapa
literatur menunjukkan bahwa, kata sunnah telah dipakai oleh para penyair
Arab pra islam dan masa islam juga untuk menunjuk arti' aturan atau cara yang
dianut', baik tata cara itu terpuji maupun tercela. Al- Hazaliy misalnya,
menyatakan "Janganlah anda merasa risau terhadap tradisi yang anda jalani
yang pertama kali puas terhadap suatu sunnah (tradisi) adalah orang yang
menjalani tradisi itu sendiri".
Sebagaimana telah
disinggung bahwa sunnah merupakan tata cara atau praktek aktual yang
dilakukan secara berulang-ulang sehingga mentradisi, maka dapat dinyatakan
bahwa sunnah merupakan hukum tingkah laku. Oleh karena tingkah laku yang
dimaksudkan adala tingkah laku dari para pelaku yang sadar, yang dapat
"memiliki" aksi-aksi mereka -meminjam istilah Fazlur Rahman-, maka
sebuah sunnah tidak hanya merupakan sebuah hukum tingkah laku sebagai mana yang
terdapat dalam benda-beda alam, tetapi juga merupakan sebuah hukum moral yang
bersifat normatif. Artinya, "keharusan" adalah sebuah unsur yang
tidak dapat dipisahkan dari pengertian sunnah.
Sunnah merupakan sebuah
konsep perilaku, maka sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk
waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi
juga sebagai praktek yang normatif dari masyarakat tersebut. Dengan demikian
dapat ditegaskan bahwa sebuah sunnah memiliki dua unsur. Pertama, praktek
aktual yang dilestarikan, kedua, unsur kenormatifannya. Sebuah sunnah memiliki
unsur normatif ini dan setelah dipraktekkan secara aktual dalam periode
tertentu unsur kenormatifannya menjadi bertambah.
Kata sunnah dalam
Al-qur'an digunakan untuk beberapa konteks, yang secara garis besar dapat
digolongkan kepada dua hal, yakni yang berkenaan dengan ketetapan orang-orang
terdahulu (sunnatul awwalin) dan ketetapan Allah (sunnatullah). Sunnah yang
disebut pertama berarti 'kejadian yang menimpa mereka 'sedang sunnah yang
disebut terakhir mengandung arti ketentuan Allah, cara-cara dan aturan yang
berlaku bagi makhlukNya.[6]
Kedudukan Sunnah Dalam Islam
Sunnah adalah sumber asasi dan sumber hukum islam yang
kedua sesudah Al-Qur'an. Kedudukannya sebagai sumber sesudah Al-Qur'an adalah
disebabkan karena kedudukannya sebagai juru-tafsir, dan pedoman pelaksanaan
yang otentik terhadap Al-Qur'an. Ia menafsirkan dan menjelaskan ketentuan yang
masih dalam garis besar atau membatasi keumuman , atau menyusuli apa yang
disebut oleh Al-Qur'an. Sebab itu dari satu segi sunnah merupakan sumber hukum
yang berdiri sendiri. Sebab kadang-kadang membawa hukum yang tidak disebut oleh
Qur'an. Tetapi segi lain , sunnah tidak berdiri sendiri , sebab sifat perikatannya
terhadap Qur'an. Selain karena kedudukannya sebagai penafsir dan pedoman
pelaksanaan Qur'an sehingga tidak bisa keluar aturan-aturan dasar umum yang ada
dalam Qur'an sampaipun dalam menetapkan hukum-hukum baru yang tidak disebut
oleh Qur'an. Jadi pada hakekatnya sumber sunnah itu sendiri ialah nas-nas
Qur'an dan aturan-aturan dasarnya yang umum.
Fungsi Sunnah sebagai sumber asasi Islam dan Hukum Islam
yang kedua, ditetapkan sendiri oleh Qur'an. Firman Allah s.w.t.
''Demi
Tuhanmu (Muhammad), mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka
menjadikan engkau hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemdian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Mayoritas kalangan ahli hadits (Jumhur) dalam pemakaian Sunnah adalah
sama dengan hadits, sehingga mereka membuat klasifikasi berdasar cara
pemberitaannya. Ada yang kwalitasnya membuahkan keyakinan, dan ada yang lainnya
berkwalitas sangka-sangkaan saja.[7]
Dalam prakteknya, sunnah merupakan tafsir Al-qur'an dan suri teladan bagi
umat Islam. Nabi SAW adalah penafsir Al-qur'an dan islam berdasarkan yang
dilakukannya.
Pengertian ini telah diketahui oleh ummul mukminin Siti Aisyah
r.a. Berdasarkan ilmu fiqh yang dikuasainya dan pandangan hatinya yang terang,
serta pergaulannya sebagai istri Rasulullah SAW, sehingga dapat mengungkapkan
hal tersebut dengan kalimat yang fasih dan syarat makna. Pada saat ditanya
tentang akhlak Rasulullah SAW ,dia menjawab
"akhlaknya adalah Al-qur'an"
Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dengan teks, "Akhlak Rasulullah
SAW adalah Al-Qur'an". Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Nasa-i telah
meriwayatkan hadits itu sama seperti yang disebutkan dalam tafsir surat Nun
(Tafsir Ibnu Katsir).
Barang siapa yang ingin mengetahui metode pengenalan Islam dengan semua
kekhususannya serta rukunnya, seharusnya mengenal contoh-contoh yang
diperagakan oleh sunnah nabawi melalui ucapan, perbuatan, dan ketetapannya
secara terperinci. Metode-metode tersebut adalah :
1.
Metode yang menyeluruh
Metode ini mempunyai
keistimewaan yang meliputi semua aspek kehidupan manusia dipandang dari segi
vertikal,horizontal,dan kedalamannya. Maksud segi vertikal disini ialah cara
pandang yang meliputi semua aspek kehidupan manusia dalam semua aktifitasnya
yang sejalan dengan petunjuk Nabi, baik dirumah, pasar, masjid, jalan, maupun
dilingkungan pekerjaan. Selain itu mencakup juga hubungannya dengan Allah dan
dengan manusia, seperti hubungannya dengan keluarga, sesama muslim dan non muslim,
bahkan dengan seluruh umat manusia, hewan, dan benda mati.
Maksud segi horizontal ialah
jarak masa yang dijalani oleh kehidupn manusia, dimulai dari kelahirannya
sampai kematiannya, bahkan mencakup pula masa kandungannya
sampai kehidupan sesudah mati. Adapun maksud segi kedalamannya adalah pandangan yang menyorot diri manusia,
meliputi jasad, akal, dan roh. Hal ini berarti
mencakup segi lahiriah dan batiniah manusia, seperti ucapan, perbuatan, dan niatnya.
2.
Metode perimbangan
Metode perimbangan adalah metode yang mempunyai keistimewaan
menyelaraskan dan menyeimbangkan antara roh dan jasad, akal dan hati, dunia dan
akhirat, idealisme dan kenyataan, teori dan praktek, alam gaib dan alam nyata,
kebebasan dan tanggung jawab, individu dan masyarakat, serta antara ketaatan
dan kepiawaian.
Pada garis besarnya, metode ini merupakan metode yang terbaik bagi umat
yang terbaik. Oleh karena itu, apabila Nabi SAW, melihat sebagian sahabatnya
cenderung mempunyai sikap berlebihan atau lalai, beliau akan mengembalikan
mereka kepada jalan pertengahan dan mengingatkan mereka akan akibat buruk dari
sikap berlebihan dan lalai tersebut.
3.
Metode praktis
Keistimewaan metode praktis, yaitu
mudah, praktis dan toleran. Sifat Rasulullah SAW. Termaktub dalam kitab umat terdahulu,
yaitu kitab Taurat dan kitab Injil. Dalam sunnah Nabi SAW tidak ditemukan
hal-hal yang menyempitkan manusia atau menyempitkan urusan dunia mereka karena
agamanya, bahkan Nabi SAW Mengungkapkan keberadaan dirinya dengan bersabda
"Sesugguhnya, aku ini adalah rahmat yang dihadiahkan."
Beliau menakwilkan makna
firman Allah SWT yang menyebutkan "Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiya : 107)
Hadits diatas driwayatkan
oleh Ibnu Sa'd, Imam Hakim, dan Imam Tirmidzi melalui Abu Shaleh secara mursal.
Imam Hakim meriwayatkan hadits itu melalui Abu Shaleh dari Abu Hurairah secara
maushul. Hadits itu dinilai shahih dengan syarat Syaikhain, sebagai mana
disetujui oleh Adz Dzahabi. Adapun Al Albani menilai hadits dalam komentarnya
terhadap tulisan penulis yang berjudul Haram dan halal.[8]
3. Ijtihad
Pengertian Ijtihad
Menurut harfiah Ijtihad berasal dari kata "ijtahada",
artinya mencurahkan tenaga, memeras pikiran,berusaha sungguh-sungguh, bekerja
semaksimal mungkin. Nicolas P. Aghnides menyebut ijtihad itu sebagai "the
exercise of independent thought" (penggunaan pendapat bebas). Secara
definisi ia berarti : "suatu pekerjaan yang mempergunakan segala
kesanggupan daya rohaniah untuk mengeluarkan hukum syara', menyusun suatu
pendapat dari suatu masalah hukum berdasar Qur'an dan Sunnah. Orang yang
melakukan ijtihad dinamakan mujtahid dan persoalan yang dipertimbangkannya
disebut mujtahad fih.
Ijtihad merupakan salah satu dasar daripada hukum islam sesudah Qur'an
dan Sunnah. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Qur'an itu memberikan satu
syariah (perundang-undangan) yang tak dapat dirubah karena ia adalah hukum
Tuhan, dan memang tak perlu dirubah karena semua peraturannya telah dirumuskan
begitu rupa sehingga tidak ada satupun diantaranya yang pernah berlawanan
dengan tabi'at sejati dari manusia dan tuntutan - tuntutan masyarakat yang
sejati dalam masa apa saja. Hal ini disebabkan semata-mata karena semua
peraturan yang diturunkan oleh Tuhan adalah dengan mengingat segi-segi
kehidupan manusia yang hakekat sifatnya tidak akan dapat berubah-ubah.
Ciri khas dari hukum Tuhan, yaitu dapat diterapkan kepada semua tingkatan
dan keadaan dari perkembangan manusia, menunjukkan bahwa peraturan-peraturannya
pada taraf pertama meliputi hanya asas-asas umum (dengan memperkenankan
penyimpangan dalam soal-soal kecil yang dianggap perlu berhubung keadaan suatu
masa), dan pada taraf kedua mengadakan perundang-undangan terperinci dalam
hal-hal yang tak terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
perkembangan masyarakat manusia. Bilamana ada perundang-undangan nash yang
terperinci, maka ia pastilah berhubungan dengan segi-segi kehidupan
perseorangan dan kemasyarakatan kita yang bebas dari semua perubahan yang
disebabkan oleh masa. Sebaliknya bilamana perubahan-perubahan itu tidak boleh
tidak untuk kemajuan manusia, misalnya dalam soal-soal: pemerintahan,
teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain. syari'ah tidak menentukan suatu
hukum yang terperinci, melainkan meletakkan asas umum belaka atau tidak hendak
melakukan sesuatu perundang-undangan hukum. Dan kekosongan inilah yang dapat
diisi oleh perundang-undangan ijtihad.[9]
Lapangan/Objek kajian Ijtihad
Ajaran ijtihad adalah menopang risalah islam
yang abadi. Ia menjadi bukti bagi manusia bahwa islam selalu memberikan pintu
terbuka buat intelek manusia yang selalu mencari-cari, bukan saja diperkenankan
bahkan ijtihad itu diperintahkan. Lapangan ijtihad adalah adalah
masalah-masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad.
Menurut Abu Hamid Muhammad al-ghazali lapangan ijtihad adalah setiap hukum syara'
yang tidak memiliki dalil qath'i.
Adapun hukum yang diketahui
dari agama secara dlarurah dan bidahah (pasti benar berdasarkan
pertimbangan akal), tidak termasuk lapangan ijtihad. Wahbah al-Zuhaili
menjelaskan bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil qath'i al-tsubut wa
dalalah tidaklah masuk dalam lapangan ijtihad. Persoalan yang tergolong ma
'ulima min al-din bi al-dlarurah, diantaranya kewajiban shalat,puasa,zakat,haji,keharaman
zina, pencurian,dan meminum khamar.[10]
Dalam kegiatan ijtihad,
menurut Satria Effendi, ada dua hal yang menjadi fokus. Pertama, upaya
menyimpulkan hukum dari sumber-sumbernya, kedua upaya menerapkan hukum itu
secara tepat pada suatu kasus tertentu. Kegiatan yang pertama disebut ijtihad
istinbatiy yang keduan disebut ijtihad tatbiqiy.
Ijtihad istinbatiy adalah
sumber-sumber hukum, baik dengan pendekatan kebahasaan maupun dengan pendekatan
hukum (maqasid al-syari'ah). Pertanyaan yang hendak dijawab oleh ijtihad model
ini terutama adalah ide apa yang terkandung dalam sebuah nash hukum.
Selanjutnya, ijtihad tatbiqiy dengan seperangkat kaidahnya dimaksudkan untuk
mengantar seseorang kepada penerapan hukum secara tepat dalam suatu kasus. Yang
menjadi kajian dalam ijtihad model ini adalah hal-hal yang meliputi perbuatan
manusia sebagai objek budaya serta perubahan-perubahannya.[11]
Syarat menjadi mujtahid
Ulama Ushul Fiqh mengemukakan persyaratan-persyaratan kepada siapa yang
harus dinamakan mujtaid. Seseorang mujtahid harus mengetahui berbagai
pengetahuan, ilmu dan karya, ia harus mengenal mengenai undang-undang qiyas dan
ijma' dan lain sebagainya. Akhirnya mujtahid harus memiliki akhlak yang baik.
Kaum mujtahiid kemudian dibagi kedalam beberapa tingkatan dan kategori, mereka
yang memenuhi persyaratan-persyaratan lengkap disebut "mujtahid
mutlak".[12]
Menurut Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, syarat-syarat bagi
mujtahid ada dua. Pertama, mengetahui syariat serta hal-hal yang berkaitan dengannya
sehingga dapat mendahulukan yang seharusnya didahulukan dan mengakhirkan
sesuatu yang seharusnya diakhirkan. Kedua, adil dan tidak melakukan maksiat
yang dapat merusak keadilannya.
Menurut Fakkhr al-Din Muhammad bin Umar bin al-Husain al-razi, syarat-syarat
mujtahid adalah :
1.
Mukalaf
2.
Mengetahui makna-makna lafad dan
rahasianya
3.
Mengetahui keadaan mukhatab yang
merupakan sebab pertama terjadinya
perintah atau larangan.
4.
Mengetahui keadaan lafad
Sedangkan syarat mujtahid menurut Muhammad bin 'Ali bin Muhammad
al-Syaukani sebagai berikut :
1.
Mengetahui Al-Qur'an dan al-Sunnah
yang bertalian dengan masalah-masalah hukum.
2.
Mengetahui ijma sehingga tidak
berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma ulama.
3.
Mengetahui bahasa Arab.
4.
Mengetahui ilmu ushul fiqh.
5.
Mengetahui nasikh-mansukh sehingga
tidak berfatwa atau berpendapat berdasarkan dalil yang sudah mansukh.
Adapun syarat mujtahid menurut Muhammad Abu Zahrah adalah
sebagai berikut :
1.
Mengetahui Bahasa Arab.
2.
Mengetahui nasikh-mansukh dalam
al-qur'an.
3.
Mengetahui sunnah,baik perbuatan,
perkataan, maupun penetapan.
4.
Mengetahui ijma' dan ikhtilaf.
5.
Mengetahui qiyas.
6.
Mengetahui maqashd al-syari'ah.
7.
Memiliki pemahaman yang tepat.
8.
Memiliki niat yang baik dan
keyakinan yang selamat.
Hampir sama dengan syarat yang diajukan oleh Abu Zahrah,
Wahbah al-Zuhaili mengajukan syarat mujtahid sebagai berikut:
1.
Mengetahui makna ayat-ayat hukum
yang terdapat di dalam Al-Qur'n, baik
secara bahasa maupun istilah.
2.
Mengetahui makna hadis-hadis hukum
secara bahasa dan istilah.
3.
Mengetahui nasikh-mansukh, baik
dari Al-Qur'an maupun sunnah.
4.
Mengetahui ijma sehingga tidak
berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma terdahulu.
5.
Mengetahui qiyas dan syarat yang
disepakati.
6.
Mengetahui ilmu bahasa Arab.
7.
Mengetahui ilmu ushul fiqh.
8.
Mengetahui maqashid al-syari'at
dalam penetapan hukum.
Dengan demikian syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahd cukup
banyak. Maka menurut Muhaimin dkk, mujtahid terbagi menjadi beberapa tingkatan,
yaitu mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab.
Mujtahid muthlaq adalah mujtahid yang mampu menggali hukum-hukum agama
dari sumbernya. Mujtahid muthlaq terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu pertama
mujtahid muthlaq mustaqil, yaitu
mujtahid yang dalam ijtihadnya menggunakan metode dan dasar-dasar yang
ia susun sendiri. Kedua, mujtahid muthlaq muntasib, yaitu mujtahid yang telah
mencapai derajat muthlaq mustaqil tetapi ia tidak menyusun metode tersendiri.
Mujtahid fi al-madzhab adalah mujtahid yang mampu mengeluarkan
hukum-hukum agama yang tidak dan atau belum dikeluarkan oleh mazhabnya dengan
cara menggunakan metode yang telah
disusun oleh mazhabnya. [13]
IV.
KESIMPULAN
Al-qur'an merupakan kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan berbahasa Arab,
dinukilkan secara muttawatir, yang dimulai dari surat Al-Fatikhah dan diakhiri
dengan surat An-Nas, dan apabila kita menjaganya akan mendapat pahala. Sebagai
sumber Ajaran Islam Al-qur'an memiliki beberapa fungsi, yaitu seperti Al-qur'an
sebagai petunjuk bagi manusia secara umum dan bagi orang-orang yang bertawakal.
Kedua, Al-qur'an sebagai pemisah antara yang hak dan yang bathil atau yang
benar dan yang salah. Ketiga, Al-qur'an sebagai obat penyakit yang ada dalam
dada. Dan yang keempat, Al-qur'an sebagai nasihat bagi orang-orang yang
bertakwa
Sebagai wahyu, Al-Quran bukan merupakan ciptaan atau
pikiran nabi Muhammad Saw. Ia di pelihara oleh Allah yang mewahyukanya.
Dari proses pewahyuannya
Al-qur'an diturunkan tidak secara langsung sekaligus. Akan tetapi secara
bertahap. Ayat Al-qur'an diturunkan sedikit demi sedikit. Ayat yang diturunkan
tersebut sebagai jawaban atas masalah yang sedang terjadi waktu itu. Manfaat
dari diturunkannya Al-qur'an secara bertahap adalah agar manusia lebih memahami
konteks Al-qur'an dan memberikan pemahaman bahwa setiap ayat dalam Al-qur'an
tidak hampa sosial.
Tenggang
waktu pewahyuan Al-qur'an terjadi dalam kurun waktu 23 tahun. Yang mana
didalamnya terbagi menjadi beberapa fase. Fase ertama yaitu selama 13 tahun
sebelum Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dan fase yang kedua yaitu
selama 10 tahun itu setelah nabi hijrah ke Madinah.
Sunnah merupakan tata cara atau praktek aktual yang
dilakukan secara berulang-ulang sehingga mentradisi, maka dapat dinyatakan
bahwa sunnah merupakan hukum tingkah laku.
Sebuah sunnah memiliki dua unsur, yaitu pertama, praktek aktual yang
dilestarikan, kedua, unsur kenormatifannya. Sebuah sunnah memiliki unsur
normatif ini dan setelah dipraktekkan secara aktual dalam periode tertentu
unsur kenormatifannya menjadi bertambah.
Kedudukan sunnah sebagai
sumber sesudah Al-Qur'an adalah disebabkan karena kedudukannya sebagai
juru-tafsir, dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al-Qur'an. Metode
pengenalan Islam dengan semua kekhususannya serta rukunnya, yaitu seperti
Metode yang menyeluruh, metode perimbangan, metode praktis.
Ijtihad adalah suatu pekerjaan yang mempergunakan segala
kesanggupan daya rohaniah untuk mengeluarkan hukum syara', menyusun suatu
pendapat dari suatu masalah hukum berdasar Qur'an dan Sunnah. Orang yang
melakukan ijtihad dinamakan mujtahid.
Lapangan ijtihad adalah adalah masalah-masalah yang
diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad.
Menurut Abu
Hamid Muhammad al-ghazali lapangan ijtihad adalah setiap hukum syara' yang
tidak memiliki dalil qath'i. Adapun hukum yang diketahui dari agama
secara pasti benar berdasarkan pertimbangan akal, tidak termasuk lapangan
ijtihad. Dalam
kegiatan ijtihad, menurut Satria Effendi, hal yang menjadi fokus. Pertama,
upaya menyimpulkan hukum dari sumber-sumbernya (ijtihad istinbatiy). Kedua upaya
menerapkan hukum itu secara tepat pada suatu kasus tertentu (ijtihad tatbiqiy).
Ijtihad
istinbatiy adalah sumber-sumber hukum, baik dengan pendekatan kebahasaan maupun
dengan pendekatan hukum. Pertanyaan yang akan dijawab oleh ijtihad model ini
terutama adalah ide apa yang terkandung dalam sebuah nash hukum. Ijtihad
tatbiqiy dimaksudkan untuk mengantar seseorang kepada penerapan hukum secara
tepat dalam suatu kasus. Yang menjadi kajian dalam ijtihad model ini adalah
hal-hal yang meliputi perbuatan manusia sebagai objek budaya serta
perubahan-perubahannya.
Syarat untuk menjadi seorang mujtahid adalah dengan kriteria seperti:
Mengetahui Al-qur'an dan Al-sunnah, mengetahui ijma', mengetahui bahasa arab,
mengetahui ilmu ushul fiqh, mengetahui ilmu nasikh-mansukh, mengetahui
qiyas,memiliki niat yang baik.
Mujtahid terbagi menjadi dua, yaitu mujtahid muthlaq dan mujtahid
madzhab.
Mujtahid
muthlaq terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu pertama mujtahid muthlaq mustaqil
dan kedua mujtahid muthlaq muntasib.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun dengan segala keterbatasan.
Harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan pengetahuan tentang berbagai
hal mengenai sumber-sumber ajaran islam. Kami menyadari akan adanya kekurangan
dalam hal penyajian, penjelasan, maupun buku acuan yang kami gunakan. Oleh
sebab itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih atas perhatian pembaca. Semoga
makalah kami bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Drs.
Atang Abd. MA. , Mubarok, DR. Jaih. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
HAM, Mushadi . 2000. Evolusi Konsep Sunnah. Semarang:
CV Aneka Ilmu
Nata, Abiddin. 2011. Studi
Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana
Naim, Ngainun
. 2009. Pengantar
Studi Islam. Yogyakarta:
Teras
Perwardaminta, W.S.J. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Qardhawi, Dr. Yusuf . 1995. Studi Kritis As Sunnah. Bandung:
Trigenda karya
Razak, Drs. Nasruddin . 1984. Dienul Islam. Bandung:
PT. Alma'arif
BIODATA SINGKAT PEMAKALAH
1. Pemakalah 1
Nama Lengkap : Umi Mualifah
Nama
Panggilan : Umi
NIM : 123911111
Jurusan/Prodi : PGMI
Tempat
Tanggal Lahir : Semarang, 2 Juni 1994
Tempat Tugas :
Riwayat
Pendidikan :
- TK : PGRI 103
Semarang
- SD : SD Negeri
Muktiharjo Kidul 02 Semarang
- SMP : SMP
Negeri 04 Semarang
- SMA : SMA
Negeri 10 Semarang
- S1 :
IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Jalan Ngablak Kidul RT 01 RW 08, Kel. Muktiharjo
Kidul, Kec. Pedurungan, Semarang
Nomor Telepon : 085799891517
E-mail : Umimualifah11@yahoo.com
2. Pemakalah 2
Nama Lengkap
: Siti Asniah
Nama
Panggilan : Asni
NIM :
123911102
Jurusan/Prodi
: PGMI
Tempat
Tanggal Lahir : Kendal, 3 Juni 1993
Tempat Tugas
: -
Riwayat
Pendidikan :
- TK :
- SD/MI : SD Negeri 02 Sojomerto, Gemuh, Kendal
- SMP/MTs : SMP PGRI 07 Gemuh, Kendal
- SMA /MA : SMA Negeri 1 Gemuh, Kendal
- S1 : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Jalan Napak Tilas RT 03 RW 05 No.18 Sojomerto,
Gemuh, Kendal
Nomor Telepon : 085642757224
E-mail : asnia3693@yahoo.com
3. Pemakalah 3
Nama Lengkap
: Nur Khafifah
Nama
Panggilan : Fifa
NIM :
123911082
Jurusan/Prodi
: PGMI
Tempat
Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 11 Januari 1994
Tempat Tugas
: -
Riwayat
Pendidikan :
- TK : TK Dharma Wanita Kenteng, Bandungan
- SD/MI : SD Negeri Kenteng 1, Bandungan
- SMP/MTs : Mts al-Manar Salatiga
- SMA /MA : MA al-Manar Salatiga
- S1 : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Jalan Ampel Gading, Kenteng, Bandungan, Semarang
Nomor Telepon : 085640075703
E-mail : -
4. Pemakalah 4
Nama Lengkap
: Siwi Fatmawati
Nama
Panggilan : Siwi
NIM :
123911103
Jurusan/Prodi
: PGMI
Tempat
Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 05 Februari 1994
Tempat Tugas
: -
Riwayat
Pendidikan :
- TK : TK Yoga Karya Jatirunggo
- SD/MI : SD Negeri 1 Pringapus
- SMP/MTs : Mts Darul Ma'arif Pringapus
- SMA /MA : SMA Islam Sudirman Ambarawa
- S1 : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Tangkil RT 01 RW 04 Kel. Pringapus, Kec. Pringapus
Kab. Semarang
Nomor Telepon : 085702182619
E-mail : -
[1] W.S.J. Perwardaminta, kamus umum bahasa
indonesia, (jakarta: balai pustaka, 1991), cet. XII, hal. 974.
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata M.A, Studi Islam
Komperhensif, (jakarta: kencana, 2011),cet. 1, hal. 25
[3] Prof. Dr. H. Abiddin Nata, M.A, Studi Islam
Konprehensif,(jakarta:kencana, 2011)cet.1, hal. 26
[4] Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam,(
yogyakarta: teras, 2009), hal. 51-55.
[5]
DRS. Atang ABD. Hakim, MA. DR. Jaih Mmubarok,METODOLOGI STUDI ISLAM, (BandungPT
REMAJA ROSDAKARYA)2009hal.69-73
[6]
Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang:CV Aneka Ilmu,Anggota
IKAPI, 2000), hlm 20-23
[7]
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT. Alma'arif, 1984), hlm
101-102
[8]
Dr. Yusuf Qardhawi, studi Kritis As Sunnah, (Bandung: Trigenda karya,
1995), hlm 11-14
[9]
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT. Alma'arif, 1984), hlm
106
[10]
Drs. Atang Abd. Hakim,MA. DR. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm
104
[11]
Mushadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang: CV Aneka Ilmu, 2000), hlm
78-79
[12]
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT. Alma'arif, 1984), hlm
109
[13] Drs.
Atang Abd. Hakim,MA. DR. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 100-104