Rabu, 24 April 2013

makalah psi (sumber ajaran islam )



I.                    PENDAHULUAN
                        Islam adalah ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran mengambil berbagai aspek itu ialah Al-quraan dan hadis. suatu agama yang rahmatan ililalamin yang menggunakan al-quran, al-hadist, sebagai sumber hukum yang paling utama. Atas dasar ayat-ayat dan hadis-dadis serupa inilah kita umat islam mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung dalam al-quran adalah sabda Tuhan.
                        Al-quran adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya diperkuat oleh kemajuan ilmu pngetahuan. Kitab tersebut diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW, melalui malaikat jibril dalam bentuk kata-kata yang didengar dan dihafalkan, dan bukan dalam bentuk pngetahuan yang dirasakan dalam hati atau yang dialami dan dilihat dalam mimpi atau keadaan trance. Untuk mengeluarkan manusia dari jaman yang gelap menuju jaman yang terang dan membimbing mereka kejalan yang lurus serta dijadikan sebagai pedoman hidup. Al-quran digunakan sebagai pegangan dan sandaran utama untuk mengetahui dalil-dalil hukum syara’.
                        Al hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-quran. Mengandung sunah (tradisi) Nabi Muhammad. Sunah boleh mempunyai bentuk ucapan, perbuatan secara diam dari Nabi. Berlainan halnya dengan Al-quran, hadis tidak dikenal dan dicatat tidak dihafal di zaman Nabi. Alasan yang selalu dikemukaan adalah bahwa pencatatan dan penghafalan hadis dilarang Nabi, karena dikuatirkan bahwa dengan demikian akan terjadi pencampurbauran antara Al-quran sebagai sabda Tuhan dan hadis sebagai uacapan-ucapan Nabi. Ada disebut bahwa umar Ibn Al-khatab. Khalifah kedua berniat untuk membukukan hadis Nabi, tetapi karena takut akan terjadi kekacauan antara Al-quran dan hadis niat itu tidak akan dilaksanakan.
                        Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa dipungkiri, ijtihad a dalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks problematikanya.
Sekarang, banyak ditemui perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum Islam yang itu disebabkan dari ijtihad. Misalnya bisa dipetakan Islam kontemporer seperti Islam liberal, fundamental, ekstrimis, moderat, dan lain sebagainya. Semuanya itu tidak lepas dari hasil ijtihad dan sudah tentu masing-masing mujtahid berupaya untuk menemukan hukum yang terbaik. Justru dengan ijtihad, Islam menjadi luwes, dinamis, fleksibel, cocok dalam segala lapis waktu, tempat dan kondisi. Dengan ijtihad pula, syariat Islam menjadi “tidak bisu” dalam menghadapi problematika kehidupan yang semakin kompleks.

II.                 RUMUSAN MASALAH
A.       Apa pengertian sumber ajaran islam ?
B.       Apa saja macam-macam sumber ajaran islam ?
III.       PEMBAHASAN
1.  Pengertian Sumber Ajaran Islam
Sumber dapat diartikan sebagai tempat yang darinya dapat di peroleh  bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat sesuatu. Hutan misalnya, sebagai sumber bahan untuk keperluan bangunan dan alat-alat rumah tangga, seperti kayu, bambu, dan rotan. Selanjutnya, gunung, dapat menjadi sumber bahan bangunan dan tambang, seperti pasir, kapur, emas, perak, dan tembaga. Demikian juga laut dapat menjadi sumber bahan makanan, mutiara, bahan bangunan, seperti pasir, dan karang.
Dalam bahasa indonesia, sumber diartikan mata air, perigi, misalnya mengambil air disumber, dan berarti pula asal ( dalam berbagai arti ), misalnya kabar dari sumber yang dapat di percaya, dan sekalian kutipan harus disebutkan sumbernya.[1] Dalam bahasa arab, sumber di sebut masdar yang jamaknya masdir, yang dapat diartikan starting point ( titik tolak ), poin of origin ( sumber asli ), origin ( asli ), infinitive ( tidak terbatas ), verbal nounce ( kalimat kata kerja ), dan absolute or internal object ( mutlak atau tujuan yang bersifat internal ).
Islam sebagai bangunan atau kontruksi yang didalamnya terdapat nilai-nilai, ajaran, petunjuk hidup, dan sebagainya membutuhkan sumber yang darinya dapat diambil bahan-bahan yang diperlukan guna mengkontruksi ajaran islam tersebut.
Dengan mengacu kepada ayat Al-Quran yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  

 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. an-Nisa’:59)
Dan Hadis Rasulullah Saw sebagai berikut:
تركت فيكم أمرين ماان تمسكتم بهما لن تضلواابدا كتاب الله وسنة رسوله. ( رواه ابو داود )
                                       
 “Aku tinggalkan dua perkara untuk kamu sekalian, yang dijamin tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah ( Al-Quran ) dan Sunnah Rasul (Al-Hadis)”. (HR.Muslim)
Dapat diketahui bahwa sumber ajaran islam ada tiga, yaitu Al-Quran, As-Sunnah ( sebagai sumber primer ) dan Al-Ra’yu, yakni pemikiran manusia ( sebagai sumber sekunder ).[2]
2. Macam-macam sumber ajaran Islam
 Para ulama’ sepakat bahwa sumber ajaran islam yang utama adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Adapun sumber yang sekunder adalah pemikiran para ulama’, termasuk umaro’. Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber pertama dapat di pahami dari redaksi yang terdapat pada ayat tersebut, yaitu bahwa sebelum lafal Allah dan all-rasul di dahului oleh kata kerja perintah, athi’u yang berarti ta’ati atau patuhi. Adapun pada lafal ulil al-Amri tidak di dahului oleh kata kerja perintah athi’u. Ini menunjukan bahwa mentaati Allah dan Rasul hukumnya wajib, bahkan mutlak. Adapun taat kepada ulil amri tergantung pada keadaan. Jika kebijakan ulil amri ini sejalan dengan al-Quran dan as-Sunnah, maka wajib di patuhi, sedang jika kebijakanya tidak sesuai dan as-Sunnah, maka tidak wajib diikuti.[3]
Penjelasan terhadap al-Quran, as-Sunnah dan ijtihad sebagai sumber ajaran islam lebih lanjut dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.   Al-Quran
 Pengertian
Secara etimologis kata Al-Quran merupakan masdar dari kata qa-ra-a, yang berarti bacaan dan apa yang tertulis padanya. Di tinjau dari segi terminologis, ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama’. Manna al-Qaththan menyatakan bahwa Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan dinilai ibadah bagi yang membacanya. Sementara Al-Amidi mendefinisikan Al-Quran sebagai Kalam Allah, mengandung mukjizat, dan diturunkan kepada Rasulullah, dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, terdapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatikhah dan ditutup dengan surat an-Nas.                                         Definisi yang dikemukakan oleh Abdul Wahab lebih terperinci lagi. Menurut khallaf, Al-Quran adalah firman Allah yang di turunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan lafadz bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi rasul, bahwa ia benar-benar rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka,  dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatikhah dan di akhiri dengan surat an-Naas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan secara terjaga dari perubahan dan pergantian.
               Dari pendapat para ulama’ tersebut dapat di simpulkan bahwa Al-Quran memiliki beberapa ciri:
1.      Al-Quran merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw.
2.      Al-Quran diturunkan dalam bahasa arab. Hal ini ditunjukan oleh beberapa ayat Al-Quran, seperti: QS al-Syu’ara:192-195, QS Yusuf:2, QS. Al-Zumar:28, dan lain sebagainya.
3.      Al-Quran itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir.
4.      Membaca setiap kata dalam Al-Quran itu mendapat pahala dari Allah, baik bacaan dari hafalan maupun membaca dari mushaf Al-Quran.
5.      Al-Quran di mulai dari surat al-Fatikhah dan diakhiri dengan surat an-Naas.[4]
Al-Quran sebagai Sumber Agama Islam
                                    Bagian ini terdiri dari tiga bagian: pertama, fungsi Al-Quran; kedua, Al-Quran sebagai firman Allah; dan ketiga, ‘ulum Al-Quran dan tafsir.
A.  Fungsi Al-Quran
    Al-Quran merupakan kata turunan ( masdar ) dari kata qara’a (fi’il madhi ) dengan arti isim al maf’ul, yaitu maqru’ yang artinya di baca ( Al-Quran dan terjemahanya ). Pengertian ini merujuk pada sifat Al-Quran yang difirmankan-Nya dalam Al-Quran (Q.S. al-Qiyamah:17-18 ). Dalam ayat tersebut, Allah berfirman:
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ  
     Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
Kata Al-Quran selanjutnya digunakan untuk menunjukan kalam Allah yang di wahyukan kepada nabi Muhammad Saw. Sedangkan kalam Allah yang di turunkan kepada selain nabi Muhammad  tidak di namai  Al-Quran, melainkan mempunyai nama sendiri. Contohnya: taurat diturunkan kepada nabi Musa a.s, zabur kepada nabi Dawud a.s, dan injil kepada nabi Isa a.s.
Fath Ridwan menerangkan bahwa para ahli tafsir bersilang pendapat mengenai penamaan Al-Quran. Pertama, Al-Quran adalah nama ynag khusus( khas ) bagi firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Kedua, Al-Quran di ambil dari kata qara’in ( petunjuk atau indikator ) karena ayatnya yang saling menguatkan dan saling membenarkan, dan Al-Quran juga diambil dari kata al-qar’u yang berarti kumpulan ( al-jam’ ). Ketiga, sedangkan ulama’ yang lainya memberi nama lain bagi Al-Qurqn, seperti: al-Kitab, al-Nur, al-Rahman, al-Furqon, al-Syifa, al-Maui’zhah, al-Dzikr, al-Hukm, al-Qaul, al-Naba’, al-Azhim, Ahsan al Hadis, al-Matsany, al-Tanjil, al-Ruh, al-Bayan, al-Wahy wa al Bashir, al-Ilm, al-Haqq, al-Shidq, al-‘Adl, al-Amr, al-Basyary, dan al-Balag.
Nama-nama lain untuk Al-Quran dikembangkan oleh ulama’ sedemikian rupa, sehingga Abu Hasanal-Harali dan Abdal-Ma’al-syaizalah masing-masing memberi nama sebanyak 90 dan 55 macam. Namun pemberian nama yang terlalu banyak ini, di tentang oleh sebagian ulama’ antara lainn adalah Shubhi Shalih, karena dianggap terlalu berlebihan danterkesan adanya pencampradukan antara nama-nama Al-Quran dan sifat-sifatnya.
Dari sebagian nama-nama tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, memperlihatkan fungsi-fungsi Al-Quran. Dari sudut isi atau substansinya, fungsi Al-Quran sebagai tersurat dalam nama-namanya’ adalah sebagai berikut:
a.           Al-huda (petunjuk). Al-Quran berfungsi sebagai petunjuk, petunjuk bagi manusia secara umum. Contohnya dalam firman Allah Q.S.al-Baqarah: 185,                               “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil ... “. Dan Al-Quran juga sebagai petunjuk orang-orang yang bertawakal. Allah berfirman Q.S. Al-Baqarah:2. “Kitab Al-Quran ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Al-Quran sebaggai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa juga di jelaskan pada ayat yang lainnya juga, yaitu pada surat Ali-Imran:138, surat Al-Fushshilat:44, dan juga dalam surat Yunus:57.
b.          Al-Furqan (pemisah). Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk membedakan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang bathil, atau antara yang benar dan yang salah. Allah berfirman “Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil ... “ (Q.S al-Baqarah:185)
c.           Al-Syifa (obat). Dalam Al-Quran juga di katakan bahwa Al-Quran juga berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada. Allah berfirman “hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada ... “ (Q.S Yunus:57)
d.          Al-Mau’izhah (nasihat). Al-Quran juga berfungsi sebagai nasihat orang yang bertakwa. Allah berfirman, “Al-Quran ini adalah penerang bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S Ali Imran:138)
Demikian fungsi Al-Quran yang di ambil dari nama-nama yang di firmankan Allah dalam Al-Quran.sedangkan fungsi Al-Quran dari fungsi pengamalan dan penghayatan terhadap isinya tergantung pada kualitas ketakwaan individu yang bersangkutan.

B.  Al-Qur'an Sebagai Firman Allah
                                                Masih dangan pertimbangan nama-nama Al-Quran tadi, kita dapat menangkap kesamaan yang pada akhirnya ulama’ menyebutkan sebagai Hakikat Al-Quran. yaitu, bahwa Al-Quran merupakan kalam Allah atau wahyu yang di turunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat jibril untuk di sampaikan kepada umatnya.
Sebagai wahyu,  Al-Quran  bukan merupakan ciptaan atau pikiran nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu mereka yang mengatakan bahwa  Al-Quran merupakan ciptaan atau hasil dari pemikiran nabi Muhammad. Tidak benar dan tidak dapat di pertanggungjawabkan.
                                    Perbedaan sekitar otensitas Al-Quran sebagai firman Allah telah terjadi ketika Al-Quran di turunkan. Oleh karena itu, Allah menentang kepada penantang Al-Quran untuk membuat satu surat yang sama dengan Al-Quran. Allah berfirman “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah[31] satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Q.S. Al-Baqarah:23.
Tantangan tersebut di sertai pula dengan ancaman berupa kepastian bahwa manusia tidak mampu menciptakan Al-Quran. Allah berfirman “ Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir “. Q.S Al-Baqarah:24
Setelah perdebatan itu terjadi, terdapat pula orang yang meragukan otentisitas Al-Quran karena di anggap telah diintervesi oleh manusia, terutama umat islam generasi pertama yang kita kenal sebagai sahabat nabi Muhammad Saw. Allah telah berfirman “Sesungguhnya kamilah yang telah menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya”. Q.S Al-Hijr:9
Demikianlah kedudukan Al-Quran sebagai firman Allah. Berdasarkan substansinya, Al-Quran bukan ciptaan nabi Muhammad, Ia di pelihara oleh Allah yang mewahyukanya.

C.  ‘Ulum Al -Qur'an Dan Tafsir
Dilihat dari sejarah dan proses pewahyuan, Al-Quran tidak di turunkan secara langsung dari baitul izza ke bumi, akan tetapi di turunkan secara bertahap, sedikit demi sedikit dan ayat demi ayat. Hikmah di turunkan secara bertahap adalah agar memudahkan manusia dalam memahami konteks Al-Quran, dan memberikan pemahaman bahwa setiap ayat Al-Quran itu tidak hampa sosial. Pewahyuan tergantung pada keadaan masyarakat saat itu, dari aspek ini, sebagian ayat Al-Quran merupakan jawaban terhadap sebagian persoalan yang terjadi pada kehidupan manusia.
Tenggang waktu pewahyuan terjadi selama kurang lebih 23 tahun yang secara geografis terbagi menjadi dua fase, pertama, ketika nabi Muhammad berada di kota Mekah sebelum berhijrah ke Madinah, yaitu selama 13 tahun. Kedua, ketika nabi Muhammad berada di kota Madinah selama 10 tahun.[5]

2.  SUNNAH
Pengertian Sunnah
Kata sunnah (bentuk pluralnya, sunan) berakar dari huruf sin dan nun yang berarti 'mengalirkan atau berlalunya sesuatu dengan mudah'. Secara etimologis ,sunnah berarti 'jalan atau tata cara yang telah mentradisi'. Sehingga jika dikatakan berarti 'seseorang mengikuti jalan yang ditempuh seseorang'. Sunnah juga berarti 'praktek yang diikuti,arah,model perilaku, atau tindakan, ketentuan dan peraturan'.
Beberapa literatur menunjukkan bahwa, kata sunnah telah dipakai oleh para penyair Arab pra islam dan masa islam juga untuk menunjuk arti' aturan atau cara yang dianut', baik tata cara itu terpuji maupun tercela. Al- Hazaliy misalnya, menyatakan "Janganlah anda merasa risau terhadap tradisi yang anda jalani yang pertama kali puas terhadap suatu sunnah (tradisi) adalah orang yang menjalani tradisi itu sendiri".
Sebagaimana telah disinggung bahwa sunnah merupakan tata cara atau praktek aktual yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga mentradisi, maka dapat dinyatakan bahwa sunnah merupakan hukum tingkah laku. Oleh karena tingkah laku yang dimaksudkan adala tingkah laku dari para pelaku yang sadar, yang dapat "memiliki" aksi-aksi mereka -meminjam istilah Fazlur Rahman-, maka sebuah sunnah tidak hanya merupakan sebuah hukum tingkah laku sebagai mana yang terdapat dalam benda-beda alam, tetapi juga merupakan sebuah hukum moral yang bersifat normatif. Artinya, "keharusan" adalah sebuah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari pengertian sunnah.
Sunnah merupakan sebuah konsep perilaku, maka sesuatu yang secara aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi juga sebagai praktek yang normatif dari masyarakat tersebut. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa sebuah sunnah memiliki dua unsur. Pertama, praktek aktual yang dilestarikan, kedua, unsur kenormatifannya. Sebuah sunnah memiliki unsur normatif ini dan setelah dipraktekkan secara aktual dalam periode tertentu unsur kenormatifannya menjadi bertambah.
Kata sunnah dalam Al-qur'an digunakan untuk beberapa konteks, yang secara garis besar dapat digolongkan kepada dua hal, yakni yang berkenaan dengan ketetapan orang-orang terdahulu (sunnatul awwalin) dan ketetapan Allah (sunnatullah). Sunnah yang disebut pertama berarti 'kejadian yang menimpa mereka 'sedang sunnah yang disebut terakhir mengandung arti ketentuan Allah, cara-cara dan aturan yang berlaku bagi makhlukNya.[6]

Kedudukan Sunnah Dalam Islam
Sunnah adalah sumber asasi dan sumber hukum islam yang kedua sesudah Al-Qur'an. Kedudukannya sebagai sumber sesudah Al-Qur'an adalah disebabkan karena kedudukannya sebagai juru-tafsir, dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al-Qur'an. Ia menafsirkan dan menjelaskan ketentuan yang masih dalam garis besar atau membatasi keumuman , atau menyusuli apa yang disebut oleh Al-Qur'an. Sebab itu dari satu segi sunnah merupakan sumber hukum yang berdiri sendiri. Sebab kadang-kadang membawa hukum yang tidak disebut oleh Qur'an. Tetapi segi lain , sunnah tidak berdiri sendiri , sebab sifat perikatannya terhadap Qur'an. Selain karena kedudukannya sebagai penafsir dan pedoman pelaksanaan Qur'an sehingga tidak bisa keluar aturan-aturan dasar umum yang ada dalam Qur'an sampaipun dalam menetapkan hukum-hukum baru yang tidak disebut oleh Qur'an. Jadi pada hakekatnya sumber sunnah itu sendiri ialah nas-nas Qur'an dan aturan-aturan dasarnya yang umum.
Fungsi Sunnah sebagai sumber asasi Islam dan Hukum Islam yang kedua, ditetapkan sendiri oleh Qur'an. Firman Allah s.w.t.
''Demi Tuhanmu (Muhammad), mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemdian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Mayoritas kalangan ahli hadits (Jumhur) dalam pemakaian Sunnah adalah sama dengan hadits, sehingga mereka membuat klasifikasi berdasar cara pemberitaannya. Ada yang kwalitasnya membuahkan keyakinan, dan ada yang lainnya berkwalitas sangka-sangkaan saja.[7]
Dalam prakteknya, sunnah merupakan tafsir Al-qur'an dan suri teladan bagi umat Islam. Nabi SAW adalah penafsir Al-qur'an dan islam berdasarkan yang dilakukannya.
Pengertian ini telah diketahui oleh ummul mukminin Siti Aisyah r.a. Berdasarkan ilmu fiqh yang dikuasainya dan pandangan hatinya yang terang, serta pergaulannya sebagai istri Rasulullah SAW, sehingga dapat mengungkapkan hal tersebut dengan kalimat yang fasih dan syarat makna. Pada saat ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW ,dia menjawab
"akhlaknya adalah Al-qur'an"
Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dengan teks, "Akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur'an". Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Nasa-i telah meriwayatkan hadits itu sama seperti yang disebutkan dalam tafsir surat Nun (Tafsir Ibnu Katsir).
Barang siapa yang ingin mengetahui metode pengenalan Islam dengan semua kekhususannya serta rukunnya, seharusnya mengenal contoh-contoh yang diperagakan oleh sunnah nabawi melalui ucapan, perbuatan, dan ketetapannya secara terperinci. Metode-metode tersebut adalah :

1.                  Metode yang menyeluruh
Metode ini mempunyai keistimewaan yang meliputi semua aspek kehidupan manusia dipandang dari segi vertikal,horizontal,dan kedalamannya. Maksud segi vertikal disini ialah cara pandang yang meliputi semua aspek kehidupan manusia dalam semua aktifitasnya yang sejalan dengan petunjuk Nabi, baik dirumah, pasar, masjid, jalan, maupun dilingkungan pekerjaan. Selain itu mencakup juga hubungannya dengan Allah dan dengan manusia, seperti hubungannya dengan keluarga, sesama muslim dan non muslim, bahkan dengan seluruh umat manusia, hewan, dan benda mati.
Maksud segi horizontal ialah jarak masa yang dijalani oleh kehidupn manusia, dimulai dari kelahirannya sampai kematiannya, bahkan mencakup pula masa   kandungannya sampai kehidupan sesudah mati. Adapun maksud segi kedalamannya adalah pandangan yang menyorot diri manusia, meliputi jasad, akal, dan roh. Hal ini           berarti mencakup segi lahiriah dan batiniah manusia, seperti ucapan, perbuatan, dan niatnya.

2.           Metode perimbangan
Metode perimbangan adalah metode yang mempunyai keistimewaan menyelaraskan dan menyeimbangkan antara roh dan jasad, akal dan hati, dunia dan akhirat, idealisme dan kenyataan, teori dan praktek, alam gaib dan alam nyata, kebebasan dan tanggung jawab, individu dan masyarakat, serta antara ketaatan dan kepiawaian.
Pada garis besarnya, metode ini merupakan metode yang terbaik bagi umat yang terbaik. Oleh karena itu, apabila Nabi SAW, melihat sebagian sahabatnya cenderung mempunyai sikap berlebihan atau lalai, beliau akan mengembalikan mereka kepada jalan pertengahan dan mengingatkan mereka akan akibat buruk dari sikap berlebihan dan lalai tersebut.

3.           Metode praktis
Keistimewaan metode praktis, yaitu mudah, praktis dan toleran. Sifat Rasulullah SAW. Termaktub dalam kitab umat terdahulu, yaitu kitab Taurat dan kitab Injil. Dalam sunnah Nabi SAW tidak ditemukan hal-hal yang menyempitkan manusia atau menyempitkan urusan dunia mereka karena agamanya, bahkan Nabi SAW Mengungkapkan keberadaan dirinya dengan bersabda "Sesugguhnya, aku ini adalah rahmat yang dihadiahkan."
Beliau menakwilkan makna firman Allah SWT yang menyebutkan "Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiya : 107)
Hadits diatas driwayatkan oleh Ibnu Sa'd, Imam Hakim, dan Imam Tirmidzi melalui Abu Shaleh secara mursal. Imam Hakim meriwayatkan hadits itu melalui Abu Shaleh dari Abu Hurairah secara maushul. Hadits itu dinilai shahih dengan syarat Syaikhain, sebagai mana disetujui oleh Adz Dzahabi. Adapun Al Albani menilai hadits dalam komentarnya terhadap tulisan penulis yang berjudul Haram dan halal.[8]

3.  Ijtihad
Pengertian Ijtihad
Menurut harfiah Ijtihad berasal dari kata "ijtahada", artinya mencurahkan tenaga, memeras pikiran,berusaha sungguh-sungguh, bekerja semaksimal mungkin. Nicolas P. Aghnides menyebut ijtihad itu sebagai "the exercise of independent thought" (penggunaan pendapat bebas). Secara definisi ia berarti : "suatu pekerjaan yang mempergunakan segala kesanggupan daya rohaniah untuk mengeluarkan hukum syara', menyusun suatu pendapat dari suatu masalah hukum berdasar Qur'an dan Sunnah. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid dan persoalan yang dipertimbangkannya disebut mujtahad fih.
Ijtihad merupakan salah satu dasar daripada hukum islam sesudah Qur'an dan Sunnah. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Qur'an itu memberikan satu syariah (perundang-undangan) yang tak dapat dirubah karena ia adalah hukum Tuhan, dan memang tak perlu dirubah karena semua peraturannya telah dirumuskan begitu rupa sehingga tidak ada satupun diantaranya yang pernah berlawanan dengan tabi'at sejati dari manusia dan tuntutan - tuntutan masyarakat yang sejati dalam masa apa saja. Hal ini disebabkan semata-mata karena semua peraturan yang diturunkan oleh Tuhan adalah dengan mengingat segi-segi kehidupan manusia yang hakekat sifatnya tidak akan dapat berubah-ubah.
Ciri khas dari hukum Tuhan, yaitu dapat diterapkan kepada semua tingkatan dan keadaan dari perkembangan manusia, menunjukkan bahwa peraturan-peraturannya pada taraf pertama meliputi hanya asas-asas umum (dengan memperkenankan penyimpangan dalam soal-soal kecil yang dianggap perlu berhubung keadaan suatu masa), dan pada taraf kedua mengadakan perundang-undangan terperinci dalam hal-hal yang tak terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perkembangan masyarakat manusia. Bilamana ada perundang-undangan nash yang terperinci, maka ia pastilah berhubungan dengan segi-segi kehidupan perseorangan dan kemasyarakatan kita yang bebas dari semua perubahan yang disebabkan oleh masa. Sebaliknya bilamana perubahan-perubahan itu tidak boleh tidak untuk kemajuan manusia, misalnya dalam soal-soal: pemerintahan, teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain. syari'ah tidak menentukan suatu hukum yang terperinci, melainkan meletakkan asas umum belaka atau tidak hendak melakukan sesuatu perundang-undangan hukum. Dan kekosongan inilah yang dapat diisi oleh perundang-undangan ijtihad.[9]

Lapangan/Objek kajian Ijtihad
 Ajaran ijtihad adalah menopang risalah islam yang abadi. Ia menjadi bukti bagi manusia bahwa islam selalu memberikan pintu terbuka buat intelek manusia yang selalu mencari-cari, bukan saja diperkenankan bahkan ijtihad itu diperintahkan. Lapangan ijtihad adalah adalah masalah-masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad. Menurut Abu Hamid Muhammad al-ghazali lapangan ijtihad adalah setiap hukum syara' yang tidak memiliki dalil qath'i.
Adapun hukum yang diketahui dari agama secara dlarurah dan bidahah (pasti benar berdasarkan pertimbangan akal), tidak termasuk lapangan ijtihad. Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil qath'i al-tsubut wa dalalah tidaklah masuk dalam lapangan ijtihad. Persoalan yang tergolong ma 'ulima min al-din bi al-dlarurah, diantaranya kewajiban shalat,puasa,zakat,haji,keharaman zina, pencurian,dan meminum khamar.[10]
Dalam kegiatan ijtihad, menurut Satria Effendi, ada dua hal yang menjadi fokus. Pertama, upaya menyimpulkan hukum dari sumber-sumbernya, kedua upaya menerapkan hukum itu secara tepat pada suatu kasus tertentu. Kegiatan yang pertama disebut ijtihad istinbatiy yang keduan disebut ijtihad tatbiqiy.
Ijtihad istinbatiy adalah sumber-sumber hukum, baik dengan pendekatan kebahasaan maupun dengan pendekatan hukum (maqasid al-syari'ah). Pertanyaan yang hendak dijawab oleh ijtihad model ini terutama adalah ide apa yang terkandung dalam sebuah nash hukum. Selanjutnya, ijtihad tatbiqiy dengan seperangkat kaidahnya dimaksudkan untuk mengantar seseorang kepada penerapan hukum secara tepat dalam suatu kasus. Yang menjadi kajian dalam ijtihad model ini adalah hal-hal yang meliputi perbuatan manusia sebagai objek budaya serta perubahan-perubahannya.[11]

Syarat menjadi mujtahid
Ulama Ushul Fiqh mengemukakan persyaratan-persyaratan kepada siapa yang harus dinamakan mujtaid. Seseorang mujtahid harus mengetahui berbagai pengetahuan, ilmu dan karya, ia harus mengenal mengenai undang-undang qiyas dan ijma' dan lain sebagainya. Akhirnya mujtahid harus memiliki akhlak yang baik. Kaum mujtahiid kemudian dibagi kedalam beberapa tingkatan dan kategori, mereka yang memenuhi persyaratan-persyaratan lengkap disebut "mujtahid mutlak".[12]
Menurut Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, syarat-syarat bagi mujtahid ada dua. Pertama, mengetahui syariat serta hal-hal yang berkaitan dengannya sehingga dapat mendahulukan yang seharusnya didahulukan dan mengakhirkan sesuatu yang seharusnya diakhirkan. Kedua, adil dan tidak melakukan maksiat yang dapat merusak keadilannya.
Menurut Fakkhr al-Din Muhammad bin Umar bin al-Husain al-razi, syarat-syarat mujtahid adalah :
1. Mukalaf
2. Mengetahui makna-makna lafad dan rahasianya
3. Mengetahui keadaan mukhatab yang merupakan sebab pertama terjadinya   perintah atau larangan.
4. Mengetahui keadaan lafad
Sedangkan syarat mujtahid menurut Muhammad bin 'Ali bin Muhammad al-Syaukani sebagai berikut :
1. Mengetahui Al-Qur'an dan al-Sunnah yang bertalian dengan masalah-masalah hukum.
2. Mengetahui ijma sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma ulama.
3. Mengetahui bahasa Arab.
4. Mengetahui ilmu ushul fiqh.
5. Mengetahui nasikh-mansukh sehingga tidak berfatwa atau berpendapat berdasarkan dalil yang sudah mansukh.
Adapun syarat mujtahid menurut Muhammad Abu Zahrah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui Bahasa Arab.
2. Mengetahui nasikh-mansukh dalam al-qur'an.
3. Mengetahui sunnah,baik perbuatan, perkataan, maupun penetapan.
4. Mengetahui ijma' dan ikhtilaf.
5. Mengetahui qiyas.
6. Mengetahui maqashd al-syari'ah.
7. Memiliki pemahaman yang tepat.
8. Memiliki niat yang baik dan keyakinan yang selamat.
Hampir sama dengan syarat yang diajukan oleh Abu Zahrah, Wahbah al-Zuhaili mengajukan syarat mujtahid sebagai berikut:
1. Mengetahui makna ayat-ayat hukum yang terdapat di dalam Al-Qur'n, baik     secara bahasa maupun istilah.
2. Mengetahui makna hadis-hadis hukum secara bahasa dan istilah.
3. Mengetahui nasikh-mansukh, baik dari Al-Qur'an maupun sunnah.
4. Mengetahui ijma sehingga tidak berfatwa atau berpendapat yang menyalahi ijma terdahulu.
5. Mengetahui qiyas dan syarat yang disepakati.
6. Mengetahui ilmu bahasa Arab.
7. Mengetahui ilmu ushul fiqh.
8. Mengetahui maqashid al-syari'at dalam penetapan hukum.
Dengan demikian syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahd cukup banyak. Maka menurut Muhaimin dkk, mujtahid terbagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab.
Mujtahid muthlaq adalah mujtahid yang mampu menggali hukum-hukum agama dari sumbernya. Mujtahid muthlaq terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu pertama mujtahid muthlaq mustaqil, yaitu  mujtahid yang dalam ijtihadnya menggunakan metode dan dasar-dasar yang ia susun sendiri. Kedua, mujtahid muthlaq muntasib, yaitu mujtahid yang telah mencapai derajat muthlaq mustaqil tetapi ia tidak menyusun metode tersendiri.
Mujtahid fi al-madzhab adalah mujtahid yang mampu mengeluarkan hukum-hukum agama yang tidak dan atau belum dikeluarkan oleh mazhabnya dengan cara  menggunakan metode yang telah disusun oleh mazhabnya. [13]



IV.               KESIMPULAN
Al-qur'an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan berbahasa Arab, dinukilkan secara muttawatir, yang dimulai dari surat Al-Fatikhah dan diakhiri dengan surat An-Nas, dan apabila kita menjaganya akan mendapat pahala. Sebagai sumber Ajaran Islam Al-qur'an memiliki beberapa fungsi, yaitu seperti Al-qur'an sebagai petunjuk bagi manusia secara umum dan bagi orang-orang yang bertawakal. Kedua, Al-qur'an sebagai pemisah antara yang hak dan yang bathil atau yang benar dan yang salah. Ketiga, Al-qur'an sebagai obat penyakit yang ada dalam dada. Dan yang keempat, Al-qur'an sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa
Sebagai wahyu, Al-Quran bukan merupakan ciptaan atau pikiran nabi Muhammad Saw. Ia di pelihara oleh Allah yang mewahyukanya.
Dari proses pewahyuannya Al-qur'an diturunkan tidak secara langsung sekaligus. Akan tetapi secara bertahap. Ayat Al-qur'an diturunkan sedikit demi sedikit. Ayat yang diturunkan tersebut sebagai jawaban atas masalah yang sedang terjadi waktu itu. Manfaat dari diturunkannya Al-qur'an secara bertahap adalah agar manusia lebih memahami konteks Al-qur'an dan memberikan pemahaman bahwa setiap ayat dalam Al-qur'an tidak hampa sosial.
Tenggang waktu pewahyuan Al-qur'an terjadi dalam kurun waktu 23 tahun. Yang mana didalamnya terbagi menjadi beberapa fase. Fase ertama yaitu selama 13 tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Dan fase yang kedua yaitu selama 10 tahun itu setelah nabi hijrah ke Madinah.
Sunnah merupakan tata cara atau praktek aktual yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga mentradisi, maka dapat dinyatakan bahwa sunnah merupakan hukum tingkah laku.
Sebuah sunnah memiliki dua unsur, yaitu pertama, praktek aktual yang dilestarikan, kedua, unsur kenormatifannya. Sebuah sunnah memiliki unsur normatif ini dan setelah dipraktekkan secara aktual dalam periode tertentu unsur kenormatifannya menjadi bertambah.
Kedudukan sunnah sebagai sumber sesudah Al-Qur'an adalah disebabkan karena kedudukannya sebagai juru-tafsir, dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al-Qur'an. Metode pengenalan Islam dengan semua kekhususannya serta rukunnya, yaitu seperti Metode yang menyeluruh, metode perimbangan, metode praktis.
Ijtihad adalah suatu pekerjaan yang mempergunakan segala kesanggupan daya rohaniah untuk mengeluarkan hukum syara', menyusun suatu pendapat dari suatu masalah hukum berdasar Qur'an dan Sunnah. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid.
Lapangan ijtihad adalah adalah masalah-masalah yang diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad.
Menurut Abu Hamid Muhammad al-ghazali lapangan ijtihad adalah setiap hukum syara' yang tidak memiliki dalil qath'i. Adapun hukum yang diketahui dari agama secara pasti benar berdasarkan pertimbangan akal, tidak termasuk lapangan ijtihad.                     Dalam kegiatan ijtihad, menurut Satria Effendi, hal yang menjadi fokus. Pertama, upaya menyimpulkan hukum dari sumber-sumbernya (ijtihad istinbatiy). Kedua upaya menerapkan hukum itu secara tepat pada suatu kasus tertentu (ijtihad tatbiqiy).
Ijtihad istinbatiy adalah sumber-sumber hukum, baik dengan pendekatan kebahasaan maupun dengan pendekatan hukum. Pertanyaan yang akan dijawab oleh ijtihad model ini terutama adalah ide apa yang terkandung dalam sebuah nash hukum. Ijtihad tatbiqiy dimaksudkan untuk mengantar seseorang kepada penerapan hukum secara tepat dalam suatu kasus. Yang menjadi kajian dalam ijtihad model ini adalah hal-hal yang meliputi perbuatan manusia sebagai objek budaya serta perubahan-perubahannya.
Syarat untuk menjadi seorang mujtahid adalah dengan kriteria seperti: Mengetahui Al-qur'an dan Al-sunnah, mengetahui ijma', mengetahui bahasa arab, mengetahui ilmu ushul fiqh, mengetahui ilmu nasikh-mansukh, mengetahui qiyas,memiliki niat yang baik.
Mujtahid terbagi menjadi dua, yaitu mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab.
Mujtahid muthlaq terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu pertama mujtahid muthlaq mustaqil dan kedua mujtahid muthlaq muntasib.

V.                  PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun dengan segala keterbatasan. Harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan pengetahuan tentang berbagai hal mengenai sumber-sumber ajaran islam. Kami menyadari akan adanya kekurangan dalam hal penyajian, penjelasan, maupun buku acuan yang kami gunakan. Oleh sebab itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya. Terimakasih atas perhatian pembaca. Semoga makalah kami bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Drs. Atang Abd. MA. , Mubarok, DR. Jaih. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
HAM, Mushadi . 2000. Evolusi Konsep Sunnah. Semarang: CV Aneka Ilmu
Nata, Abiddin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana
Naim, Ngainun . 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras
Perwardaminta, W.S.J. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Qardhawi, Dr. Yusuf . 1995. Studi Kritis As Sunnah. Bandung: Trigenda karya
Razak, Drs. Nasruddin . 1984. Dienul Islam. Bandung: PT. Alma'arif
BIODATA SINGKAT PEMAKALAH

1. Pemakalah 1
Nama Lengkap    : Umi Mualifah
Nama Panggilan  : Umi
NIM                                : 123911111
Jurusan/Prodi      : PGMI
Tempat Tanggal Lahir : Semarang, 2 Juni 1994
Tempat Tugas      :
Riwayat Pendidikan :
- TK   : PGRI 103 Semarang
- SD   : SD Negeri Muktiharjo Kidul 02 Semarang
- SMP            : SMP Negeri 04 Semarang
- SMA           : SMA Negeri 10 Semarang
- S1                : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Jalan Ngablak Kidul RT 01 RW 08, Kel. Muktiharjo Kidul, Kec. Pedurungan, Semarang
Nomor Telepon : 085799891517
E-mail : Umimualifah11@yahoo.com
2. Pemakalah 2
Nama Lengkap : Siti Asniah
Nama Panggilan : Asni
NIM : 123911102
Jurusan/Prodi : PGMI
Tempat Tanggal Lahir : Kendal, 3 Juni 1993
Tempat Tugas : -
Riwayat Pendidikan :
- TK :
- SD/MI : SD Negeri 02 Sojomerto, Gemuh, Kendal
- SMP/MTs : SMP PGRI 07 Gemuh, Kendal
- SMA /MA : SMA Negeri 1 Gemuh, Kendal
- S1 : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Jalan Napak Tilas RT 03 RW 05 No.18 Sojomerto, Gemuh, Kendal
Nomor Telepon : 085642757224
E-mail : asnia3693@yahoo.com
3. Pemakalah 3
Nama Lengkap : Nur Khafifah
Nama Panggilan : Fifa
NIM : 123911082
Jurusan/Prodi : PGMI
Tempat Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 11 Januari 1994
Tempat Tugas : -
Riwayat Pendidikan :
- TK : TK Dharma Wanita Kenteng, Bandungan
- SD/MI : SD Negeri Kenteng 1, Bandungan
- SMP/MTs : Mts al-Manar Salatiga
- SMA /MA : MA al-Manar Salatiga
- S1 : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Jalan Ampel Gading, Kenteng, Bandungan, Semarang
Nomor Telepon : 085640075703
E-mail : -

4. Pemakalah 4
Nama Lengkap : Siwi Fatmawati
Nama Panggilan : Siwi
NIM : 123911103
Jurusan/Prodi : PGMI
Tempat Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 05 Februari 1994
Tempat Tugas : -
Riwayat Pendidikan :
- TK    : TK Yoga Karya Jatirunggo
- SD/MI : SD Negeri 1 Pringapus
- SMP/MTs : Mts Darul Ma'arif Pringapus
- SMA /MA : SMA Islam Sudirman Ambarawa
- S1 : IAIN Walisongo Semarang
Alamat : Tangkil RT 01 RW 04 Kel. Pringapus, Kec. Pringapus Kab. Semarang
Nomor Telepon : 085702182619
E-mail : -


[1] W.S.J. Perwardaminta, kamus umum bahasa indonesia, (jakarta: balai pustaka, 1991), cet. XII, hal. 974.
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata M.A, Studi Islam Komperhensif, (jakarta: kencana, 2011),cet. 1, hal. 25
[3] Prof. Dr. H. Abiddin Nata, M.A, Studi Islam Konprehensif,(jakarta:kencana, 2011)cet.1, hal. 26
[4] Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam,( yogyakarta: teras, 2009), hal. 51-55.
[5] DRS. Atang ABD. Hakim, MA. DR. Jaih Mmubarok,METODOLOGI STUDI ISLAM, (BandungPT REMAJA ROSDAKARYA)2009hal.69-73
[6] Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang:CV Aneka Ilmu,Anggota IKAPI, 2000), hlm 20-23
[7] Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT. Alma'arif, 1984), hlm 101-102
[8] Dr. Yusuf Qardhawi, studi Kritis As Sunnah, (Bandung: Trigenda karya, 1995), hlm 11-14
[9] Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT. Alma'arif, 1984), hlm 106
[10] Drs. Atang Abd. Hakim,MA. DR. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),   hlm 104
[11] Mushadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang: CV Aneka Ilmu, 2000), hlm 78-79

[12] Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung:PT. Alma'arif, 1984), hlm 109

[13] Drs. Atang Abd. Hakim,MA. DR. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),   hlm 100-104